Doktren Sains Al Qur'an Nusantara dan Madrasah Aliyah Ma'arif NU Sains Al-Qur'an Sumbang membuka pendaftaran santri baru
Minggu, 13 Desember 2020
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Selasa, 08 Desember 2020
TEKS VIJILI
TEKS RENUNGAN MALAM DALAM KEGIATAN PRAMUKA
hudabrah Cakebasen Renungan
dalam kegiatan Pramuka.
biasanya digunakan dalam acara perkemahan, persami atau pelantikan. Salah satu tradisi persami/pelantikan dalam kegiatan pramuka adalah renungan malam. Berikut salah teks Renungan Malam yang bisa digunakan dalam kegiatan Pramuka.
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Sabtu, 05 Desember 2020
VIJILI
Pramuka Penegak merupakan kader Pramuka yang disiapkan untuk memimpin bangsa di masa depan, dan diikutsertakan dalam pembangunan masyarakat. Dalam tri satya anggota pramuka yang membedakan antara Penegak dan Penggalang adalah kalimat "mempersiapkan diri" untuk Pramuka Penggalang dan kalimat "ikut serta" untuk Pramuka Penegak dan kalimat selanjutnya adalah sama yaitu "membangun masyarakat"
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Jumat, 04 Desember 2020
DEWAN AMBALAN SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN
Oleh Kak SYAMSUL HUDA CHUMAEDY, M.Pd Ka Gudep 02.07.3601 di Madrasah Aliyah Ma'arif NU Sains Al-Qur'an Sumbang Banyumas Pramuka Penegak merupakan kader Pramuka yang disiapkan untuk memimpin bangsa di masa depan, dan diikutsertakan dalam pembangunan masyarakat. Dalam tri satya anggota pramuka yang membedakan antara Penegak dan Penggalang adalah kalimat sama yaitu "membangun masyarakat Secara teknis jiwa seorang Penegak sudah mulai berpikir dan bertindak sesuai dengan proses pendewasaannya. Oleh karenanya, dalam Gerakan Pramuka memberikan ruang bagi Pramuka Penegak untuk melatih kepemimpinan. Maka, dimulailah dengan satuan gugus depan. Sebagaimana dalam pola mekanisme pembinaan pramuka penegak dan pandega. Gugus Depan diwajibkan membentuk satuan penegak yang di sebut Ambalan sebagai wahana para Pramuka Penegak melatih jiwa kepemimpinan. Ambalan merupakan wadah bagi Pramuka Penegak untuk mengekspresikan diri, bersatu dengan Pramuka meningkatkan keterampilan yang dimiliki kemudian di kembangkan secara teratur dan terarah. Maka, untuk mengelola Ambalan perlulah di bentuk Dewan Kerja Ambalan atau disebut juga Dewan Ambalan kemudian di singkat menjadi DA. Pemilihan Dewan Ambalan Untuk menentukan siapa saja yang akan menjadi pengurus Dewan Ambalan dilakukan dengan cara di pilih oleh seluruh anggota Ambalan tersebut. Pemilihan Dewan Ambalan ini dilakukan secara berkala agar terciptanya organisasi yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Pemilihan Dewan Ambalan dilakukan melalui proses demokrasi yaitu Musyawarah Anggota Ambalan atau Musyawarah Ambalan yang kemudian di akronimkan menjadi MUBAL. Struktural Dewan Ambalan Setelah melalui proses pemilihan ketua Dewan Ambalan yang kemudian disebut Pradana maka, seorang Pradana memiliki tugas untuk membentuk Dewan Ambalan. Adapun struktural yang dibutuhkan dalam Dewan Ambalan diantaranya. 1. Satu orang Pradana (Ketua Dewan Ambalan) merangkap anggota 2. Satu orang Pemangku Adat (Juru Adat/Judat) merangkap anggota 3. Satu orang Krani (Sekretaris Dewan Ambalan) merangkap anggota 4. Satu orang Hartaka (Bendahara/Juru Keuangan) merangkap anggota Jika dibutuhkan maka, Dewan Ambalan dapat membentuk bidang-bidang sesuai kebutuhan Ambalan itu sendiri. Adapun bidang-bidang yang di rekomendasikan diantaranya, 1. Bidang Kajian dan Latihan 2. Bidang Kegiatan Kepramukaan 3. Bidang Pembinaan dan Pengembangan 4. Bidang Pengabdian Masyarakat 5. Bidang Penelitian dan Evaluasi Peran dan Fungsi Dewan Ambalan Dewan Ambalan memiliki peranan penting dalam pengelolaan Pramuka Penegak di Gugus Depan. Oleh karenanya, Dewan Ambalan berperan sebagai pengelola kegiatan Pramuka Penegak di tingkat Gugus Depan. Sementara fungsi dari Dewan Ambalan adalah sebagai wahana mengemukakan pendapat dan memberikan gagasan dalam pembangunan Gerakan Pramuka di tingkat Gugus Depan.
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Rabu, 18 November 2020
MA MA'ARIF NU SAINS AL QUR'AN
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Sabtu, 10 Oktober 2020
FILOSOFI JAJAN RAKAN DALAM PERSPEKTIF WONG JAWA
Masyarakat Jawa terbiasa dengan sinamun ing samudana atau menyampaikan nasihat melalui simbol. Salah satunya melalui makanan tradisional, yaitu tukon pasar atau biasa dikenal dengan jajanan pasar. Terdapat makna tersirat yang mendalam di setiap tukon pasar. Bahkan jika makna ini diresapi, akan membuat hidup menjadi lebih baik.
Pada awalnya, tukon pasar memang hanya dijual di pasar. Ini menjadikan jajanan pasar sebagai simbol sesrawungan atau silaturahmi. Sebab, pasar dianggap sebagai tempat bertemunya orang banyak dan hiruk pikuk berbagai urusan. Lebih dari itu, tukon pasar sekaligus menjadi sarana untuk mengingat pada kehidupan dunia.
Jajanan ini disinyalir sudah ada sejak periode Walisanga. Pada masanya, jajanan pasar digunakan sebagai media dakwah untuk menyebarkan agama Islam di Jawa oleh para Walisanga (hudabrah, 2020). Maka tidak heran jika jananan tersebut sering dijumpai pada acara-acara adat Jawa. Seperti slametan, mantenan, ruwahan, dan sepasaran bayi. Inilah yang kemudian dianggap sebagai alasan pembuatan tukon pasar.
Selain itu, biasanya makanan ini disajikan sebagai kudapan ketika jagongan. Di Jawa, ketika ada teman atau sanak saudara yang kebetulan mampir di rumah, tukon pasar inilah yang dihidangkan (mbanyumas, 2019). Tukon pasar dijadikan nyamikan sederhana. Karena itu, jajanan ini juga dapat menjadi simbol kerukunan dan interaksi sosial. Buktinya adalah ketika jagongan berlangsung mereka tidak memandang jabatan maupun kelas sosial. Semua sama kedudukannya.
Dari sekian ragam tukon pasar, semua mengandung pesan moralnya masing-masing berdasarkan bahan dan cara pengolahannya. Biasanya, jajanan ini terdiri dari buah, makanan, dan minuman. Buah di sini terdiri dari pisang, jeruk, nanas, sukun, dhondong dan jambu. Makanan berupa wajik, jadah, apem, lemper, klepon, nagasari dan iwel-wel. Adapun minuman biasanya berupa dawet. Ragam tukon pasar ini jika dijabarkan maka akan tersingkap setiap maknanya.
Pisang yang kerap menjadi tukon pasar adalah jenis pisang raja. Pisang ini dikaitkan dengan keagungan dan kemuliaan. Biasanya, buah pisang digunakan sebagai ubarampe dalam sesajen dan slametan. Umumnya, sesajen menggunakan gedhang ijo atau pisang yang masih berwarna hijau. Gedhang ijo memiliki makna gaweo seneng anak lan bojo. Ini dimaksudkan bahwa harus membuat senang anak dan istri.
Jeruk bermakna jaba jero kudu mathuk. Luar dan dalam batin harus sesuai. Apa yang diinginkan dan apa yang dilakukan harus sejalan. Nanas memiliki makna wong urip aja nggragas. Artinya ketika hidup janganlah menjadi orang yang serakah. Manusia tidak diperkenankan mengambil hak orang lain. Sedangkan buah sukun maknanya supoyo rukun. Artinya, buah sukun ini mengandung amanat agar manusia hidup rukun dengan sesama.
Dhondong atau buah kedondong dimaknai sebagai ojo kegedhen omong. Sebagai manusia, orang Jawa tidak boleh besar bicaranya. Apa yang dikatakan dengan realitas harus sama. Jambu, ojo ngudal barang sing wis mambu. Pesan moral yang terkadung dalam buah jambu adalah agar orang Jawa tidak melakukan hal-hal buruk. Orang Jawa patut untuk menjaga sikap arif, suka menolong, kalem, dan opo enek e (apa adanya).
Lain makna dalam buah, lain pula makna yang terkandung dalam tukon pasar jenis makanan. Seperti jadah dan wajik, artinya wani tumindak becik. Orang Jawa haruslah berani melakukan kebaikan. Wajik maupun jadah seringnya digunakan sebagai ampilan pada acara lamaran Jawa. Dalam lamaran, wajik digunakan sebagai simbol gawe raket. Kata raket diambil dari kosa kata ket pada ketan yang pliket. Harapannya agar dapat mempererat hubungan dua keluarga. Hubungan terjalin rapat, kuat serta akrab dari keluarga yang sedang menjalankan prosesi lamaran.
Iwel-iwel merupakan jajanan pasar yang dapat ditemui pada acara sepasaran bayi. Konon, nama iwel-iwel diyakini berasal dari kata liwalidayya yang artinya kedua orangtua. Maksudnya, agar bayi yang disepasari tetap lengket dengan orangtuanya. Lengket di sini berarti berbakti. Makna tersebut diambil dari bahan iwel-iwel, yaitu ketan yang bertekstur lengket.
Lemper dimaknai sebagai yen dilem atimu ojo memper. Jangan bangga diri ketika mendapatkan pujian. Apalagi sampai menjadi sombong. Ini menjadi simbol bahwa betapa pentingnya untuk bersikap rendah hati. Makanan ini mudah dijumpai pada acara hajatan, yang melambangkan harapan agar rezeki datang. Harapan dapat dilihat melalui bahan lemper yang terbuat dari ketan. Sifat lengket pada ketan inilah yang menjadi simbol pengharapan rezeki datang dan menempel selama acara berlangsung.
Klepon merupakan tukon pasar yang menggambarkan kesederhanaan orang Jawa. Kesederhanaan tersebut terlihat dari bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan ini. Jenis bahan sedikit dan mudah didapatkan. Walaupun begitu, juga terdapat makna lain. Warna hijau klepon melambangkan jiwa muda. Rasa manis dalam klepon sebagai perwujudan rasa syukur.
Hal tersebut mengajarkan bahwa pemuda Jawa harus mampu bersyukur kepada Yang Maha Esa. Selain berdasarkan makna, klepon juga mengandung ajaran etika. Petuah etiknya adalah orang Jawa jangan sampai makan dengan keadaan kecap (makan dengan mulut terbuka). Sebab, akan membuat gula cair di dalam klepon muncrat ke mana-mana.
Selain itu, ada pula apem. Apem merupakan tukon pasar yang tidak boleh ketinggalan ketika slametan. Masyarakat Jawa meyakini bahwa mulanya apem dibawa dari Mekah oleh Ki Ageng Gribig ketika pulang haji (Achroni, 2017). Beliau memberi nama apem dari bahasa Arab ‘afuwwum. Artinya maaf atau meminta ampunan. Beliau adalah ulama pada masa Mataram. Ki Ageng Gribig menyebarkan agama Islam melalui dakwah di kawasan Klaten, Jawa Tengah.
Pada saat beliau pulang haji tersebut, banyak warga Klaten datang untuk mendengarkan wejangannya. Ketika warga akan pulang, Ki Ageng Gribig bermaksud memberikan oleh-oleh berupa apem. Tapi ternyata apem tidak mencukupi. Beliau menyuruh istrinya untuk membuatkan apem lagi agar apem bisa dibagi rata kepada semua tamu. Dari sini apem digunakan sebagai simbol permintaan maaf serta sedekah. Hal ini bermula dari Ki Ageng Gribig yang membagi-bagikan apem tersebut.
Terlepas dari tukon pasar yang dianggap hanya sekedar makanan, ternyata dapat menjadi pedoman hidup orang Jawa. Dalam pandangan leluhur orang Jawa, apapun bisa menjadi perantara untuk mengajarkan kebaikan dan etika. Bahkan, terkadang tidak dapat diduga. Ini menjadi bukti betapa unik dan istimewanya budaya Jawa.
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati
Jumat, 09 Oktober 2020
LEGENDA RANDEGAN
Nang setengahe lesehan udakara ana 10 orang a-la Indipt, banyolan "ngalor-ngidul" tetep jalan nggawe swasan langsung dadi hangat. Biasa, ngrasani elite nang Jakarta kuwe dadi omongan menarik. Apa enggane Pak Mahfudz MD serius nyalon presiden, lan apa iya komitmenne padaaring bijenan Gusdurian isih konsisten. Mbak Alisa mbijeni Pak Mahfudz kuwe pancen priyanine ya baik. Sayange wong-wong sing ndukung kuwe keton ora kompak. Pancen abot nek kon njelasna, lan banget rumite kanggo njembreng nang ngapa pendukung Pak Mahfudz ora pada kompak.
Toh awan itu tidak diacarakan diskusi membahas soal copras capres, karena di mushala Desa Kembaran, 50 meter selatan rumah Kang Tajib, sudah menunggu sekitar 50 warga sekitar dan para Gusdurian dari lintas agama dan kelompok masyarakakt, termasuk dari kelompok difabel, menunggu untuk berdialog. Sangat menyesal saya tak bisa mengikuti dialognya.
"Maaf Mbak Alisa, saya tak bisa ikut mengantar ke acara, mau menjemput istri," saya pamitan.
"Oh, ya! Itu lebih penting!" katanya. Di perjalanan ke tempat kerja istri, ucapan Mbak Alisa beresonansi di telinga. Menjemput istri itu lebih penting. Langsung terbayang cerita tentang Kiai Sonhaji Jimbun, Jabres Sruweng, yang dikenal sebagai gurunya Gus Dur. Pengakuan Gus Dur bahwa Mbah Sonhaji itu gurunya saat berlangsung istighotsah akbar di Gelora Bung Karno.
Pertanyaannya, guru dalam hal apa? Masih di tengah jalan sepulang dari rumah Kang Tajib, resonansi itu memberkaskan file kecil dalam memori. Seorang bibi saya yang menjadi tetangga Kiai Sonhaji menceritakan kesaksiannya, sering melihat Kiai Sonhaji ke pasar Tengok belanja sayuran sendiri. Di mata bibi saya itu pemandangan aneh, mengesankan istrinya "kebangetan" membiarkan kiai yang sudah sepuh "kedangkrakan" ke pasar sendiri.
File lain pun terbuka, berkisah ketika seorang kiai yang hafal Al Quran sowan ke Kiai Sonhaji menanyakan silsilah Kiai Sonhaji. Jawab Kiai Sonhaji, "inna akramakum 'indallaahi atqaakum", sesungguhnya orang yang mulia bagi Allah itu ketakwaannya. Ayat itu diawali penegasan Allah bagaimana manusia diciptakan berjenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.
Silaturahmi Mbak Alisa ke komunitas Gusdurian di Kebumen dan kesederhanaan sikap tidak memandang nasab sebagai hal yang harus diagung-agungkan begitu kentara. Itu sudah menggambarkan, bagian kecil dari ajaran Gus Dur telah dihayati putri sulungnya. Hidup sederhana dan menghormati istri rupanya juga yang diajarkan Kiai Sonhaji kepada Gus Dur, dan juga telah membentuk karakter putri Gus Dur. Setidaknya begitulah kesimpulan saya saat kembali berdiskusi dengan Kang Tajib.
Urip kuwe mung nunggu wektu loro 1. Nunggu Wektu Sholat 2. Nunggu Wektune Disholati







