Jumat, 09 Oktober 2020

LEGENDA RANDEGAN


 DENING HUDABRAH CAKEBASEN 

Nyong asli cah ndesa sing lair lan digedekna nang tlatah Randegan Kecamatan Kebasen Akhir Desember 2013 putri sulung Gus Dur, Alisa Wahid, mampir aring nggone Kang Tajib penggerak Gusdurian sing ana nang Kebumen. Nang kana Mbak Alisa babarblas ora nuduhna lamon dewk sebenere  putri Presiden ke-4 RI.Kiye sing  mungkin biasa kegawa suasana "istana" Kang Tajib sing awan wektu semeeno lungguh jejer karo Muinatul Khoiriyah (Mbak Iin) bojone Kang Tajib nyuguhna wedang clebek njuran  mangaan awan mungkur karo  pecel lele lan pete. 
  Nang  setengahe lesehan udakara ana 10 orang a-la Indipt, banyolan  "ngalor-ngidul" tetep jalan nggawe swasan langsung dadi hangat. Biasa, ngrasani elite nang Jakarta kuwe dadi omongan menarik. Apa enggane Pak Mahfudz MD serius nyalon presiden, lan apa iya komitmenne padaaring bijenan Gusdurian isih konsisten. Mbak Alisa mbijeni  Pak Mahfudz kuwe pancen priyanine ya baik. Sayange wong-wong sing ndukung kuwe keton ora kompak. Pancen abot nek kon njelasna, lan banget rumite kanggo njembreng nang ngapa pendukung Pak Mahfudz ora pada kompak.
   Toh awan itu tidak diacarakan diskusi membahas soal copras capres, karena di mushala Desa Kembaran, 50 meter selatan rumah Kang Tajib, sudah menunggu sekitar 50 warga sekitar dan para Gusdurian dari lintas agama dan kelompok masyarakakt, termasuk dari kelompok difabel, menunggu untuk berdialog. Sangat menyesal saya tak bisa mengikuti dialognya.
"Maaf Mbak Alisa, saya tak bisa ikut mengantar ke acara, mau menjemput istri," saya pamitan.
     "Oh, ya! Itu lebih penting!" katanya. Di perjalanan ke tempat kerja istri, ucapan Mbak Alisa beresonansi di telinga. Menjemput istri itu lebih penting. Langsung terbayang cerita tentang Kiai Sonhaji Jimbun, Jabres Sruweng, yang dikenal sebagai gurunya Gus Dur. Pengakuan Gus Dur bahwa Mbah Sonhaji itu gurunya saat berlangsung istighotsah akbar di Gelora Bung Karno.
Pertanyaannya, guru dalam hal apa? Masih di tengah jalan sepulang dari rumah Kang Tajib, resonansi itu memberkaskan file kecil dalam memori. Seorang bibi saya yang menjadi tetangga Kiai Sonhaji menceritakan kesaksiannya, sering melihat Kiai Sonhaji ke pasar Tengok belanja sayuran sendiri. Di mata bibi saya itu pemandangan aneh, mengesankan istrinya "kebangetan" membiarkan kiai yang sudah sepuh "kedangkrakan" ke pasar sendiri. 
     File lain pun terbuka, berkisah ketika seorang kiai yang hafal Al Quran sowan ke Kiai Sonhaji menanyakan silsilah Kiai Sonhaji. Jawab Kiai Sonhaji, "inna akramakum 'indallaahi atqaakum", sesungguhnya orang yang mulia bagi Allah itu ketakwaannya. Ayat itu diawali penegasan Allah bagaimana manusia diciptakan berjenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. 
     Silaturahmi Mbak Alisa ke komunitas Gusdurian di Kebumen dan kesederhanaan sikap tidak memandang nasab sebagai hal yang harus diagung-agungkan begitu kentara. Itu sudah menggambarkan, bagian kecil dari ajaran Gus Dur telah dihayati putri sulungnya. Hidup sederhana dan menghormati istri rupanya juga yang diajarkan Kiai Sonhaji kepada Gus Dur, dan juga telah membentuk karakter putri Gus Dur. Setidaknya begitulah kesimpulan saya saat kembali berdiskusi dengan Kang Tajib. 
     "Coba itu ditulis saja Mas!" kata Kang Tajib. Maka jadilah cerita ini, dan semoga memberikan manfaat untuk siapa pun yang berkenan membacanya. Amiin!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar